Oleh : Faisal Manoppo : Jurnalis di Bolmong Raya – Pasca kekalahan telak pasangan Sam Sachrul Mamonto-Medy Lensun di Pilkada Bolmong Timur akhir 2015 lalu, celotehnya di dunia maya ikut tenggelam. Sepanjang masa mati surinya itu, tidak sedikit peristiwa selaiknya mendapat perhatian.
“Kronik” sebuah kata yang merujuk pada jejak peristiwa menurut urutan waktu kejadian. Kata Kronik dalam blognya, untuk saat ini saya anggap hanya rangkaian kebetulan yang dibetul-betulkan; semata hanya mengisi kekosongan rekam peristiwa guna kepentingan sepihak. Tidak terkecuali melontarkan seonggok ketidakwarasannya dengan mengutarakan pandangan (sepihak pula).
Mungkin karena kena wabah gatal-gatal, tiba-tiba dia muncul kembali dari semak belukar pengasingannya. Na’a don sia (sedikit belajar Mongondow). Dengan pola pikirnya yang itu-itu melulu, mulai meludahi segala tetek bengek, hal-ihkwal yang, berlangsung di Bolmong Raya ini.
Mulai itu, saya sempat tergugah ingin membalas isi blog “Kronik Mongondow”-nya. Tersebab, tidak sedikit pandangan sesatnya dicoba mencekoki pikiran masyarakat kita. Bahaya. Kronik ini harus luruskan. Mengaburkan kronik di Mongondow adalah kejahatan tersistematis.
Dengan segala keterbatasan ini, saya mencoba meluruskan apa yang berlaku pada kawan-kawan Pers di Bolmong raya (khususnya wilayah tugas di Kotamobagu). Mengorek keterangan dari sejumlah rekan, ihwal yang akhirnya mereka adukan ke pihak yang berwajib, bukanlah sikap gegabah—kendati ada langkah bijak dengan mengadukannyadi lembaga dimana terlapor bernaung.
Olden Wein Kalalang, pegawai Pemkot KK yang ditugaskan di Rumah Sakit Pobundayan, tidak lepas dari kesalahan yang dibuatnya. Sekurangnya, dia harus mempertanggungjawabkan perkataan yang ditulis dalam akunnya di media sosial. Kalimat multitafsir ini telah mengundang pikiran banyak orang (terutama wartawan) lebih mengarah pada konotasi negatif.
Kenapa? Konteks dimana Olden berkomentar dalam sebuah status terkait berita soal “diusirnya” seorang pasien tua renta dari RS hanya karena peserta BPJS. Orang tua lelaki ini dibiarkan di halaman rumah sakit dengan kursi roda dan jarum infus di tangan. Sikap petugas medis ini tentu saja jadi perhatian orang sekitar. Informasi yang diterima (dari warga), sejumlah awak media langung menuju ke lokasi. Selayaknya dalam tugas, pewarta mencari sebab pasien tersebut dikeluarkan. Tak lama berselang, munculnya rentetan berita (online) yang menyinggung soal pelayanan rumah sakit milik pemerintah ini.
Dari kisah pendek ini, beragam komentar reaksi atas berita tersebut timbul di media sosial. Yasin Kobandaha, pemilik akun bersumber, menulis “Beritax terblg trlalu lebay dan spt crta lucu..”kemudian dilengkapi tagar #impossible. Di dalam status Yasin, muncullah (diantaranya) Olden dengan isi tanggapan “Bgtu wartawan..ndk di brta ndk mo dpa kase makan drg pe anak istri..”
Saya mencermati, Olden hadir di waktu dan pada tempat yang tidak tepat. Karenanya, isi tanggapan Olden sudah barang pasti mengandung kalimat tidak baik (melecehkan).Lain halnya Olden menanggapi hal itu pada konteks yang berbeda.
Jelas terlihat kebodohannya bila merujuk peristiwa ini, pemilik blog Kronik Mongondow menganalogikan dengan hanya menyandarkan sebuah klausa (tunggal) tanpa konteks yang jelas.Proses pemikiran logika bersumbu pendek. Analogi “Bgtu pengacara..ndk diperkara drg ndk mo dapa kse makan drg pe anak istri”, ini boleh jadi perkara besar bila masuk dalam sebuah peristiwa kasus oknum pengacara terima suap. Pastilah para pengacara akan membela diri. Bui sasarannya.
Masih kurang jelas? Saya kasih contoh: Bagaimana dengan reaksi Anda, tidak ada angin badai petir, nama Anda ramai digunjingkan di dunia maya, diantaranya ada si fulan mencibir nama Anda. “Bgtu Katamsi.. ndadi blog, mo dpa gatal-gatal di tangan dg panta”. Akan lain ceritanya, bila kalimat ini muncul dari seorang komika dalam stand upkomendi disebuah kedai kopi. Pasti bakal jadi lolucon belaka di siang bolong.
Syahdan, bila lolucon itu benar adanya, saya menyarankan kepada kawan-kawan Pers, tolong berikan (kirim paket) dia obat CTM dan Ampicilin. (***)
*** Terjemahan Judul Tulisan: “Begitu Katamsi, Tidak di Blog Akan Dapat Gatal-gatal di Tangan dan di Pantat”