(CATATAN : AUDY KERAP) KOTAMOBAGU POST – Besarnya hasrat pemilik situs buruhkatablogspot.co.id, saya maknai dengan rasa paling dalam, sebagai keprihatinan lahirnya media – media baru yang mewarnai dedikasi Pers blantika jurnalistik di Bolmong Raya, namun tidak dibarengi dengan kemampuan belajar jurnalistik yang mumpuni.
Memang, saya sependapat jika siapapun anda, dalam kapasitas apapun anda, maka anda harus menghargai lahir, tumbuh, berkembang bahkan terkuburnya, puluhan atau ratusan, bahkan sekalipun ribuan media-media yang menampatkan dirinya sebagai Perusahaan Pers di Negara Kesatuan Republik Indonesia, khususnya di BMR.
Sebab, cita-cita yang diimpikan oleh para pendahulu dan perintis Kemerdekaan Pers semasa Pra Kemerdekaan, Pasca Kemerdekaan, Orde Baru serta para pendahulu pejuang diera transisi Orde baru-Orde Revormasi Pers, kurun 5 dekade itu, memperjuangkan hak-hak Pers dan Kebebasan Pers di Indonesia.
Para sesepuh pendahulu perintis kemerdekaan pers itu, berhasil merebut Kemerdekaan Pers pada tahun 1999, ditandai dengan pengesahann Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers oleh DPR RI. Anda bisa bayangkan, betapa mirisnya para wartawan di zaman sebelum Kemerdekaan Pers direbut.
Mulai dari percetakan dibatasi oleh Kementerian Penerangan RI dibawah komando Bung Harmoko dengan ‘gelar’ ala pekerja Pers semasa itu, “Harmoko = Hari-Hari Omong Kosong,”. Belum lagi intimidasi, intervensi dan kekerasaan yang banyak menimbulkan penderitaan, air mata dan darah juga kematian para kuli tinta semasa itu. Kiamatnyanya lagi, Harmoko Menteri Penerangan RI, dengan jurus pemungkasnya; Pembredelan media cetak atau ektronik dengan mencabut Surat Izin Usaha Penerbitan Pers atau disingkat SIUPP.
Aduh bro, so.. mau bahas kisah atau peristiwa semasa itu (kebetulan saja, saya ikut mengalami masa orde baru, termasuk produk wartawan tahun 1994), Nah ceritanya pasti panjang lho!. Kata pepatah bijak ; Kisah Tak Sedalam Lautan, Tak Terbatas Kata-kata, hehhee.. Jadi kembali ke-Laptop aja deh..
Namun satu yang patut dicatat, pergolakan Kemerdekaan Pers di empat musim generasi itu (Pra Kemerdekaan, Pasca Kemerdekaan, Orde Baru, Orde Revormasi) hakekatnya adalah kebebasan Pers yang fundamen, batasannya adalah Pers Nasionalisme yang Bertanggung Jawab. Nah, cita-cita ini termasuk kebebasan warga Negara Indonesia untuk mendirikan perusahaan pers, any time, any where.
Nah, entah motif si pemilik blog dipicu rasa malu atau apalah, atau saja rasa ingin memperbaiki kualitas atau juga ingin berbagi ilmu-ilmu Peliputan, Wawancara atau keredakturan, atau mungkin saja bagian dari kepedulian menegakan integritas para pemilik perusahaan Pers di Bolmong (Tak terkecuali saya juga) agar konsisten menjadi media publik yang independen dan mendidik tanpa meninggalkan tujuan hakiki dari Pers; Kontrol, Kritik dan Koreksi.
Mungkin pesan-pesan si pemilik blog juga ingin menyampaikan nasehat semisal, jangan asal telan tapi kunyah dulu makanannya. Artinya tidak semua harus jadi berita, liput, dalami, saring, tetapkan arah dan maksud dan manfaat berita. Gunakan standar jurnalistik dalam penempatan penjudulan dan isi berita. Lakukan proses editing dan paling penting gunakan hati nurani untuk menetapkan layak tidaknya berita ditayang (bahasanya sederhana biar mudah dipahami dan dimengerti)
Saya mempelajari dengan teliti, sudah berselancar disetiap judul, paragraph, isi tulisan, huruf, kata, makna kalimat, dan menyimpul dari sudut pandang jurnalistik semua tulisan milik si penulis blogspot buruhkatablogspot.co.id, bentuk-bentuk kritik dengan kemampuan kecerdasan pikiran dan perasaan serta pemahamannya akan tugas-tugas kewartawanan, mungkin sekelas wartawan ‘penjelajah’ di zaman Orde Baru.
Keprihatinan penulis Blog itu, wajar saja. Karena, pertumbuhan media massa (Cetak dan Online) di BMR, sangat pesat dan menjadi kebanggaan sendiri namun dianggap ada dampak buruk yang signifikan bagi masyarakat, bila berita yang diterbitkan lebih banyak merugikan atau meresahkan para pelaku usaha, pelaku politik ataupun penyelenggara Negara.
Alasan bagi si pemilik blog hingga berani mewarnai rasa keadilan lewat tulisan-tulisan yang disajikan, Mungkin sedikitnya saya coba dan bisa pahami. Beban moril terhadap para korban berita yang merasa tersiksa dengan berita dari media yang tidak berimbang, tak pantas tayang, tidak mendidik, lantaran seleksi dan penyajian berita, mungkin dinilai bukan berdasarkan hati nurani, tapi lebih dipicu oleh rasa arogansi kekuasaan Pers, kurangnya mempertimbangkan netralitas dan objektifitas, serta akibat yang ditimbulkan.
Nah.. pada bagian pertama catatan saya, blogspot itu saya bisa baca berkat bantuan rekan-rekan wartawan pada Jumat Malam di Warung Kopi Jarod. Malam itu saya pulang ke-rumah pukul 02.30 Wita dini hari. Herannya hingga pukul 05.00 dini hari, saya baru mampu memejamkan mata, membayangkan kehadiran sebuah blogspot tanpa identitas, namun mampu mewarnai nuansa para pekerja pers di Bolmong Raya.
“eh papa, ngana doe sama deng orang gila eh”, canda Isteri saya. Kalau translate bahasa Indonesia-nya ; “Eh Papa, Kamu sama seperti orang gila saja!”. Maklum saat bangun siang hari itu (tradisi negatif wartawan tidur subuh hehhee) sambil meneguk nikmatinya Kopi Kotamobagu, saya duduk sendiri didepan komputer sambil terbahak-bahak dibarengi senyum kecut, layak orang enggak waras aja, ini karena ulah si pemilik blog menyajikan judul-judul yang kocak bermakna sindiran.
Pemilik Blog ini, memang lumayan jago memilih kata-kata dipenjudulan tulisannya. Semisal : “Selamat datang pelawak baru, Ijasah dan tukas ala Koran Nomor Satu di BMR, Lho Kok DPRD Memimpin Ketua, Nonbangun Lagi, Judulnya Santun, Isinya Tak Beretika,”.
Judul-judul ini, menandakan si pemilik Blog ini, mungkin bisa saya tebak, adalah sosok sepertinya saya kenal baik dan tentu latar belakangnya kalau boleh saya tebak, adalah redaktur yang berpengalaman di Media besar tertentu, meski senandung pujian ini, tidak termasuk motif pemilik blog itu yang ‘menganugerahkan gelar’ Media Sontoloyo dan Media Kedunguan’ yang menurut hemat saya adalah perbuatan menista. (Bersambung)