Oleh : Faisal Manoppo – Jurnalis Bolmong Raya. Selamat Anda berhasil. Buat bulu kaki dg panta bergidik. Cukup mengganggu hoby mancing saya diakhir pekan. Seraya menggaruk-garuk panta (tidak karena gatal) saya membaca artikel pembuat Kronik Mongondow yang teranyar via pesan BBM yang disiarkan. Tautan laman blog ini kemudian diikuti pesan pribadi teman yang menyebut tulisan ini “mulai” menyinggung atas tulisan lain. Tidak banyak baca. Layar HP tarik cepat ke bawah. Bosan, isinya masih melulu itu-itu saja.Mulai paragraf pertama dan seterusnya sejenak jempol kiri sempat tertahan sebentar, membaca kalimat yang buat belahan panta menahan kentut.
Langung pada subtansi. Pertama, tulisan-tulisan yang saya anggap hanya cukup saya lempar, tidak sama sekali berharap dibalas oleh siapa pun. Cukup dipahami. Tidak lebih. Perkara merasa gatal-gatal sebab tulisan saya, itu urusannya. Sama sekali saya tidak mau ambil pusing. Hanya saja, saya tidak bisa menahan pembiaran kebohongan penuh kepalsuan tersebarluaskan. Ini amat sangat menyesatkan. Laku keblinger seperti ini patutlah diberantas pakai potas.
Tidak kalah heran, dalam pikiran sumbu pendeknya, si otak kerdil nan congkok ini merasa ke-GE-ER-ansampai diubun-ubun. Entah dapat wangsit dari lubang mangkubi mana penyamun blog Kronik ini mengaku-ngaku seolah dipaksa meladeni tulisan saya. Saya sarankan, kalau gatal-gatal, gosojo dengsikat WC. Atau mungkin sebab mulu-mulupembisik masuk dilubang kupingnya: “Kiapa nyanda balas?”, “Dia minta dibalas..” bla..bla…Saya nyatakan untuk pikiran seperti ini cukup satu kata saja: Preeeettt…
Kedua, tidak henti mengusap dada (sambil menggaruk panta), dikatakannya tulisan-tulisan dimaksud semata untuk kehidupan pribadi saya. Batin ini langsung menyangkal, “Oi, tulisan saya jauh lebih penting bagi saya ketimbang isi Kronik Mongodow penuh sampah itu”. Kata “sampah” diambil seketika ingat teman dari teman saya pernah berujar, artikel-artikel blog ini mencomot isi berita-berita online(di BMR)—yang serta merta—dianggapnya sampah (tidak bermutu), justru gamblang berserakan jadi rujukan isi laman blog ini. Dari sampah keluar taik sampah.Dan, tulisan saya tidak kalah berfaedah ketimbang berserak Kronik Mongondow yang sebagian besar punya tujuan demi kepentingan golongan elit yang sama keblinernya. Semata berharap belaian “Mama” dan “Mama janda”. Untuk yang satu ini saya ingatkan jangan salah tafsir.
Ketiga, Nah, ini cukup seru dan menggelitik, soal niatan mengadu ke pihak berwajib. Sudahlah.. Tidak sadar atau mati saraf si pemilik(sekaligus dengan) blog Kronik Mongodow gudangnya segala petaka. Saya tak heran otaknya penuh siasat. Jangan mudah terbawa arus untaian kata-kata yang dipoles dengan bau liurnya itu. Sebagai pembuktian, saya mengajak siapa saja yang ingin terbuka dan jujur se jujur-jujurnya dibarengi akal sehat. Buka satu-satu isi lama blog ini. Adakah kalimat atau sekurangnya kata yang tidak menyinggung siapa yang dibully-nya? Tidak lembaga dan individu, semua dimuntahi. Tidak habis pikir, kenapa tidak satu pun (berani) memperkarakan. Coba tarik satu artikel saja,
(http://kronikmongondow.blogspot.co.id/2016/10/berita-picek-ditulis-si-tuli-mengutip.html?m=1), secara langsung dan tidak langsung, surat atau tersirat, artikel ini nyata-nyata telah melecehkan profesi jurnalis. Terlebih artikel ini telah diunggah dalam blog yang, mudah diakses oleh sesiapa dan dibelahan dunia sekalipun. Siapapun pembacanya, barang pasti terpatri bahwa profesi wartawan (sebagian besar di BMR) tercermin sebagaimana dia arahkan. Sepatutnya, lembaga yang menaungi segenap insan Pers, wajib hukumnya menyeret hidup-hidup penghamba blog ini ke meja hijau.
Sedikit saya menyimpulkan: selama kenal dengan manusia, bahkan dalam sejarah simpanse berevolusi yang saya pelajari, baru ini saya melihat watak laku aneh bin ajaib. Mahluk endemik yang begini-an ini, punya gede rasa tingkat wahid. Gemar beronani menghardik orang di dunia maya tak kepalang duanya. Saya mengingatkan, berhati-hatilah dengan endemik ini. Wabah gatal-gatalnya jangan sampai menjangkit jari deng torang pe panta. (***)