KOTAMOBAGU POST – Misteri Dokumen Surat Kuasa Kolektif Palsu kian mencuat ditengah masyarakat desa Bilalang dan Desa T0ruakat usai Ketua Pengadilan Negeri (KPN) Kotamobagu Junita Beatrix Ma’I SH MH, menolak menyerahkan salinan Surat Kuasa berbanderol Rp13 Miliar kasus perdata sudah inkrack melalui putusan Mahkamah Agung RI.
Warga kian yakin jika dokumen milik mereka telah direkayasa oleh Pengacara Sultan Tawil dan rekannya Muhammad Iqbal dan sudah ikut digunakan oleh KPN Kotamobagu Junita Beatrix Ma’I untuk meng-Aamaning pihak Gubernur Sulut guna perintah bayar Rp13 milar.
Warga juga mengaku sangat sedih usai membaca surat balasan dari KPN Kotamobagu Junita Beatrix kepada mereka selaku warga penerima ganti rugi tanah Rp13,2 Miliar yang pada pokoknya telah menolak memenuhi permintaan masyarakat untuk memberikan salinan surat kuasa, yang merupakan milik mereka dan hak mereka.
“Sepertinya Surat Kuasa milik kami yang dipalsukan oleh Pengacara Sultan Tawil dan rekannya mau disembunyikan. Bagaimana hukum dinegara ini memberikan perlindungan bagi kami rakyat jelata, tanda-tangan kami sudah digunakan untuk proses pencairan uang ganti rugi tanah Rp13 miliar, sementara kami tidak pernah mendapatkan salinan surat kuasa yang menjadi hak kami. Terus jika uang Rp13 miliar dicairkan ke rekening pengacara, siapa yang bisa bertanggungjawab uang milik kami, karena kami tidak pernah memberikan surat kuasa dan aneh jika uang kami diterima oleh orang yang tidak pernah kami berikan hak kami,” keluh sumber, salah satu juru bicara penerima ganti rugi tanah di Bolmong, Provinsi Sulawesi Utara.
Sumber menyatakan, alasan Ketua PN Kotamobagu tidak mau memberikan salinan surat kuasa yang diminta oleh pemilik yang berhak dikarenakan alasan tidak diatur oleh Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI tentang standart pelayanan informasi public , tidaklah logis.
“Kami hanya mau minta hak kami, selaku warga penerima uang Rp13 miliar yang sudah memberikan kuasa kepada pengacara dan resmi dokumen ikut digunakan oleh Ketua Pengadilan Negeri Kotamobagu, bayangkan surat kuasa kami berisi tandatangan kami masyarakat namun sama sekali tidak pernah kami lihat surat kuasa itu bentuk dan bunyinya apa. Apakah permintaan salinan kami harus melalui aturan atau persetujuan dari Mahkamah Agung,” tanya sejumlah sumber agak kesal.
Mereka menjelaskan, pihak Ketua PN Kotamobagu melalui suratnya justeru hanya memberikan saran kepada masyarakat untuk berkordinasi dengan penerima Kuasa (Pengacara Sultan Tawil dan Muhammad Iqbal) sementara kedua pengacara ini tidak pernah mereka kenal.
“Sesuai saran Ketua PN Kotamobagu, namun kami balik tanya, bagaimana cara meminta surat kuasa kepada pengacara sementara kami tidak pernah mengenal pengacara Sultan Tawil dan rekannya, apalagi surat kuasa kami sudah digunakan oleh Pengadilan Negeri tanpa sepengatuan kami. Yang kami mau minta Surat Kuasa di Pengadilan Negeri dikarenakan nama-nama kami sudah dicatut dan direkayasa oleh pengacara dan digunakan oleh Ketua Pengadilan Negeri Kotamobagu tanpa melakukan verifikasi kepada kami selaku warga yang berhak yang nama-nama kami ada terdapat dalam Amar Putusan Mahkamah Agung RI. Jadi jelasnya pengacara tidak mungkin akan memberikan salinan surat kuasa yang berisi nama-nama penerima ganti rugi, sebab surat kuasa itu dibuat sepihak tidak pernah kami tahu,” tambahnya.
Warga menyebutkan merek ajuga heran sebab surat kuasa palsu yang berisi tandatangan kolektif pemberi kuasa tetap dilakukan registrasi oleh Panitera Pengadilan Negeri Kotamobagu pada tahun 2022 tanpa sepengatuan mereka, kendati pada tahun 2021 sebelumnya surat kuasa khusus milik mereka yang diajukan melalui Pengacara Veri Dilapanga SH sudah terlebih dahulu di register oleh Panitera PN Kotamobagu.
“Namun yang aneh Ketua PN Kotamobagu justeru mengabaikan surat kuasa milik kami yang terlebih dahulu diregister oleh Panitera pada tahun 2021. Surat kuasa yang kami tandatangani itu yakni satu pemberi kuasa per satu lembar surat kuasa dan semua masing-masing ditempel meterai, bukan kolektif seperti surat kuasa versi pengacara Sultan Tawil yang disetujui Pengadiilan Negeri Kotamobagu, karena kolektif sangat muda dipalsukan tandantangan kami. Jelas kami sangat kecewa bahwa kami tidak bisa mendapatkan salinan surat kuasa yang menjadi hak kami,” ujar sumber lainnya.
Diketahui pada Jumat tanggal 28 July 2023 sebelumnya, sekira 30 warga Desa Bilalang dan Toruakat membawa surat permintaan salinan surat kuasa Rp13 miliar yang digunakan oleh Ketua Pengadilan Negeri Kotamobagu menerbitkan Aamaning (teguran hukum pembayaran ganti rugi), kemudian tanggal 1 Agutsu 2023 Ketua PN Kotamobagu Junita Beatrix Ma,I SH MH, menerbitkan surat balik kepada masyarakat pemohon pada intinya menolak memberikan permintaan salinan surat kuasa khusus milik masyarakat yang berhak.
Pada Jumat 28 July tersebut masyarakat Desa Bilalang dan Desa Toruakat juga ikut menyambangi Mako Polres Kotamobagu untuk mempertanyakan kasus pemalsuan surat kuasa yang dalam proses hukum penyidik Reskrim dengan terlapor Pengacara Sultan Tawil dan rekan serta pihak terkait.
Ketua PN Kotamobagu Junita Beatrix Ma’I belum dapat dikonfirmasi terkait penyataan warga akan surat penolakan pemberian salinan dokumen yang diminta warga yang diterbitkan oleh Ketua PN Kotamobagu.
Sebelumnya Kapolres Kotamobagu melalui Kasat Reskrim AKP Ahmad Anugrah SIK menyatakan, laporan kasus pemalsuan surat kuasa tengah dilakukan penyelidikan (Sprinlid) dan telah memeriksa 4 orang saksi dan akan terus berlanjut. (audie kerap)