Majelis Hakim Pengadilan Negeri Kotamobagu telah memenangkan penggugat Herry Lewan dalam perkara Perdata Nomor : 13/pdt.g/2019/PN.Ktg, melawan 4 orang tergugat pemilik tanah di lokasi perbukitan Potolo, Desa Tanoyan Selatan.
Dalam dalam persidangan Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Kotamobagu, terungkap ada secarik alat bukti berupa Surat Keterangan Kepemilikan Tanah (SKPT) 22,3 hektar kebun Coklat yang ternyata semasa itu, masih hutan ‘belantara’ milik negara.
Bukti itu berupa SKPT Nomor 791/DT.1/X/XI/2007 diterbitkan oleh Kepala Desa Tungoi I tertanggal 23 November 2007,ditandatangani oleh Kepala Desa Tungoi I, Herry Lewan dan ikut bertanda Camat Lolayan, Ferry Daanan SE.
Nah; alat bukti yang dijadikan gugatan perdata di PN Kotamobagu ini, digunakan oleh penggugat Herry Lewan. Dimana kapasitasnya Kepala Desa Tungoi I Tahun 2007 yang memberikan alas hak atas tanah kepada dirinya sendiri dan kemudian pada tahun 2019 ini, dirinya juga sebagai penggugat dengan menggunakan alat bukti tersebut di PN Kotamobagu.
Dalam isi SKPT diterbitkan oleh Kepala Desa Tungoi Herry Lewan untuk dirinya sendiri, seluas persegi ; 255m x 385m x 585m x 510m; dijelaskan terletak di perkebunan kinali – gunung ramagit.
SKPT untuk dirinya sendiri itu, memberikan keterangan kepada dirinya sendiri (Kepala Desa memberikan alas hak pada dirinya sendiri), bahwa benar-benar Herry Lewan memiliki Ladang Coklat seluas 223.000m2.
Poin bunyi isi surat itu juga menyebutkan : Demikian Surat Keterangan ini dibuat dengan benar, sesuai kepemilikan dari yang bersangkutan (Maksud : diterbitkan oleh Kepala Desa Tungoi I Herry Lewan untuk digunakan oleh Herry Lewan sendiri)
Inilah secarik kertas yang dijadikan bukti sangat kuat untuk menggugat dan sukses mengalahkan 4 tergugat pemilik tanah di wilayah Desa Tanoyan Selatan, yang juga keempat tergugat juga memiliki SKPT dari Kepala Desa Tanoyan Selatan.
Keempat tergugat tersebut yakni : Urip Detu, Adrian Kobandaha, Ismet Olii dan Wahyudi Tonote.
Nah, dalam garis bujur lokasi sengketa tanah sesuai dengan pemetaan hutan, objek sengketa itu pada kordinat : 0°36’24.98”N 124° 13’28.26”N, atau tepatnya di perbukitan Potolo.
Terlepas dari keakurasian titik kordinat tersebut, Pemerintah Kabupaten Bolmong menyatakan; bahwa pada tahun 2007 dikawasan Rumagit ataupun Perbukitan Potolo, adalah hutan dan tanah milik Negara, atau masih dalam penguasaan Negara.
Artinya, semasa itu tidak ada yang namanya perkebunan diobjek sengketa perdata yang 2019 ini sudah mulus bergulir, apalagi dengan luasan ladang 22,3 hektar yang berisi tanaman coklat milik Herry Lewan.
Yang janggalnya juga adalah, saat sidang lokasi (Descente) sang penggugat absen! Batas-batas kian tak jelas dalam sidang lokasi.
Penyebabnya mungkin karena kaburnya batas-batas yang dituangkan dalam SKPT Kepala Desa Herry Lewan untuk pemilik Herry Lewan dalam objek sengketa itu.
Sebab perbukitan Potolo dimana dalam SKPT diterbitkan oleh Herry Lewan untuk alas hak tanah bagi Herry Lewan sendiri, menyebutkan 22,3 hektar itu, berbatasan dengan Welly Lewan, Noldy Wuse, Hutan Produksi, Edy Buyongi, Lii Damopolii, H.Lulong, Hasan Mamonto dan Feliks Lolowang.
Keanehan soal batas 22,3 hakter ladang coklat (SKPT Tahun 2007) milik Herry Lewan yang dalam gambar situasi SKPT 791/DT.1/X/XI/2007, menyebutkan berbatasan dengan Welly Lewan, namun tanah milik Welly Lewan yang memiliki Sertifikat Hak Milik (SHM,) ternyata berada pada titik kordinat dalam lingkaran : 0°36’11.87″ N 124°13’44.75″ E 2 0°36’8.01″ N 124°13’46.20″ E 3 0°36’6.65″ N 124°13’39.87″ E 4 0°36’10.36″ N 124°13’38.46″E, atau sangat jauh dari kawasan perbukitan Potolo.
Kian janggalnya juga, bahwa 22,3 hektar ladang coklat diklaim milik Herry Lewan ternyata hanya sebagian kecil dibanding luas areal lahan milik warga Tanoyan Selatan (Sudah memiliki SKPT) yakni sekira 120 hektar di lokasi yang sama yang dijadikan oleh Herry Lewan sebagai objek sengketa di PN Kotamobagu.
Pemkab Bolmong dengan tegas menyatakan, lokasi perbukitan Potolo (dan kemungkinan gunung rumagit-kinali) semasa tahun 2007, belum ada pemiliknya. Karena tanah Negara dan hutannya masih dalam penguasaan Negara.
Seluruh kawasan itu kemudian dilepaskan oleh Negara pada tahun 2013 dengan menyisahkan sekira 5000 hutan produksi terbatas (HPT).
Ditegaskan juga, jika SKPT yang diterbitkan Kepala Desa Tungoi I, jika objek sengketa berada di perbukitan Potolo, maka karena kawasan ini adalah wilayah administrasi hukum Desa Tanoyan Selatan, tidak boleh Kepala Desa Tungoi I, menerbitkan alas hak atas tanah di wilayah administrasi hukum desa lain.
“Kepala Desa tidak boleh menerbitkan kepemilikan tanah di wilayah desa lain, apalagi jika menerbitkan surat tanah dilahan yang masih berstatus milik Negara yang belu dilepaskan, itu melanggar hukum,” ucap Pemkab Bolmong, melalui Kabag Tata Pemerintahan-nya.
Pemkab Bolmong juga memberikan logika yang bisa dicerna oleh anak kecil sekalipun, jika Desa Tungoi 1 sangat jauh jaraknya dengan Desa Tanoyan Selatan, karena harus melewati wilayah administrasi Desa Tugoi II, Desa Tanoyan Utara, baru kemudian mencapai wilayah perkebunan (objek sengketa) lokasi Potolo di wiayah Tanoyan Selatan.
Terus !!! Bagaimana bisa SKPT Kepala Desa Tungoi I seluas 22,3 hektar, bisa berada di objek tanah dalam wilayah administrasi Desa Tanoyan Selatan??
Atas dasar putusan majelis hakim PN Kotamobagu yang memenangkan penggugat Herry Lewan yang bermodalkan SKPT Desa Tungoi 1, kabarnya pihak Kuasa Hukum tergugat; Adrian Kobandaha Cs, yakni advokat : Verry Satria Dilapanga, menyatakan banding di Pengadilan Tinggi Manado. (audie kerap)