IDWF : Janggal Penanganan Kasus Keimigrasian Wartawati Asal Indonesia di Hongkong

IDWF : Janggal Penanganan Kasus Imigrasi Wartawati Asal Indonesia di Hongkong – Foto Ilustrasi (AP Photo/Ng Han Guan))

Yuli Wartawati asal Indonesia yang bekerja untuk Suara Hong Kong News, media cetak yang terbit di Hong Kong, telah diringkus petugas Departemen Imigrasi Hong Kong pada 23 September 2019 di rumahnya.

Yuli ditangkap karena kelupaan memperpanjang visanya yang sudah kedaluwarsa sejak 27 Juli 2019.

Dia ditahan oleh pemerintah Hong Kong karena disebut sering mewartakan ketegangan rentetan demonstrasi di kota tersebut, juga dikabarkan akan dipulangkan ke Indonesia.

International Domestic Workers Federation (IDWF) menganggap ada kejanggalan dalam penanganan terhadap kasus Yuli yang dianggap berlebihan.

Yuli merupakan wartawati yang bekerja dan tempat kerja Veby Mega Indah. Veby adalah reporter Indonesia yang menjadi korban penembakan petugas kepolisian saat meliput demonstrasi anti-pemerintah.

“Terhitung sampai hari ini, Yuli telah ditahan selama 28 hari,” tulis keterangan pers yang diterima CNNIndonesia.com dari kelompok yang menamakan diri Support Group for Yuli, Minggu (01/12/2019).

Hingga hari ini, Yuli masih ditahan di Pusat Imigrasi Castle Peak Bay (CIC) Hong Kong dengan dalih persoalan imigrasi.

Kasus imigrasi ini kemudian dibawa ke pengadilan, dan hakim pengadilan setempat meloloskan Yuli dari pelanggaran overstay di Hong Kong.

Alih-alih membebaskannya, Yuli malah dibawa ke CIC dengan alasan dirinya tak punya tempat tinggal maupun rekan di Hong Kong. Hal itu dibantah oleh rekan-rekannya yang tergabung di Support Group for Yuli.

Dalam keterangan resmi, Yuli dikatakan punya banyak rekan di sana, terlebih ia sudah 10 tahun mencari nafkah di Hong Kong. Yuli juga dikontrak selama dua tahun untuk bekerja sebagai perawat lansia. Kontraknya dimulai 12 Januari 2019.

Majikannya juga sudah berkali-kali meminta Departemen Imigrasi memberi izin agar Yuli dapat memperpanjang visanya dan lanjut bekerja sebagai perawat lansia. Ia juga memperbolehkan Yuli menetap di rumahnya jika tak punya tempat tinggal.

Umumnya kalau pekerja migran tersandung persoalan imigrasi, majikan bisa mengkonfirmasi pekerjanya agar bisa memperpanjang visa tanpa dilanjutkan ke persidangan atau penahanan.

“Dalam kasus seperti ini, imigrasi selalu memperbolehkan pekerja memperpanjang visanya tanpa kerepotan berkepanjangan. Saya tidak pernah melihat kasus seperti ini, dimana imigrasi sampai mendatangi pekerja ke tempat tinggalnya dan menangkapnya hanya gara-gara visa habis masa berlaku,” ujar Dang selaku ketua Federasi Hong Kong untuk Serikat Pekerja Domestik (FADWU).

Setelah berkali-kali menghubungi Imigrasi, baru pada 8 November 2019 lalu Yuli dibolehkan memperpanjang visa di dalam tahanan. Namun setelah perpanjang visa, tiga hari kemudian Departemen Imigrasi justru menerbitkan perintah pemulangan untuk Yuli.

Menanggapi kondisi ini, Yuli langsung mengajukan banding ke pengadilan. Dalam persidangan pihaknya mengajukan penangguhan supaya ia bisa dibebaskan selagi menunggu status aplikasi visanya.

Namun pengajuan tersebut ditolak Departemen Imigrasi. Pada akhirnya Yuli harus dideportasi dari Hong Kong.

“Apa yang dihadapi Yuli ialah kejanggalan praktik dari Departemen Imigrasi, yang kemungkinan melanggar hukum. Jelas ada tekanan politik terhadap Yuli karena ia menulis dan menunjukkan dukungannya pada demonstran Hong Kong,” ujar Fish IP selaku koordinator regional Asia IDWF.

Selama ditahan Yuli mengaku merasa tidak sehat dan sempat demam. Namun pihak otoritas setempat, kata Yuli, tidak memberikan fasilitas medis yang memadai walaupun ia sering kali muntah-muntah. Yuli hanya diberikan obat tablet yang tidak diketahui jenisnya.

Yuli juga mengaku sempat dipaksa petugas imigrasi dengan nama SK Cheng untuk membatalkan aplikasi pengajuan visanya.

“Petugas itu bilang, kalau saya tidak mau ditahan di CIC, saya harus membatalkan aplikasi visa dan saya bisa kembali ke Indonesia. Tapi saya tidak mau menarik aplikasi saya. Saya menentang petugas imigrasi sepanjang pagi sampai saya demam dan merasa tidak sehat,” ujar Yuli ketika dijenguk rekan-rekannya di tahanan.

Pada akhirnya Yuli pun ‘menyerah’ dan membatalkan pengajuan visanya, dan memutuskan akan kembali ke Indonesia. Saat ini Yuli masih di Hong Kong dan belum ada kabar kapan akan dipulangkan ke Indonesia.

Rentetan demonstrasi pro-demonstrasi di Hong Kong terus bergejolak sejak beberapa bulan belakangan ini.

Demonstrasi awalnya bermula sebagai aksi penolakan terhadap RUU ekstradisi yang dianggap dapat mengekang kebebasan penduduk di sana. Namun demonstrasi sering kali berbuntut kekerasan dan menelan korban.

Hong Kong sendiri berdiri dengan regulasi “satu negara, dua sistem” di bawah Tiongkok. Sehingga memberikan kota tersebut kebebasan yang lebih luas ketimbang masyarakat di Tiongkok.

Namun masyarakat Hong Kong kian khawatir akan menyempitnya kebebasan tersebut, terlebih setelah Presiden Tiongkok Xi Jinping memerintah.

Berita ini telah ditayang di CNNIndonesia.com dengan judul : Wartawati RI Ditahan di Hongkong Akan Dipulangkan  (fey/mik)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.