Seutas Histori Kiprah Politik Tatong Bara : 2008 -2018 

Tatong Bara

KOTAMOBAGU POST – Perempuan kelahiran 11 Juli 1967 ini, memiliki tipikal pantang menyerah, sederhana dan tanggungjawab, tidak pendendam, berhati baik, santun dalam bertutur dan tak suka bicara ngelantur serta enerjik dan humoris.

Itu pendapat subjektif dari berbagai kalangan, atas tampilan Tatong Bara kala memulai karir politiknya hingga duduk dua periode dikuris Wakil Walikota (2008-2013 dan Walikota terpilih (2013-2018).

Perempuan berkulit putih dan pemilik hidung mancung dengan tinggi semampai ini, adalah jebolan Universitas Sam Ratulangi Manado ini yang mull melijit karir politiknya saat duet dengan Djelantik Mokodompit pada Pilkada Tahun 2008.

Kala itu, Tatong sadar akan popularitas politik Djelantik Mokodompit (mundur dari Anggota DPRI Fraksi Golkar), Tatong Bara rela menggusung sebutan akrab Papa Raski dikursi Walikota, (tak diusung oleh partainya). Meski Tatong Bara, tercatat Ketua DPC PAN Kota Kotamobagu, pemilik fraksi utuh di DPRD Kotamobagu, ikhlas jadi Calon Wakil saja.

Yasti Soepredjo (saat ini Bupati Bolmong) yang kala itu berprofesi pengusaha, juga memulai karir politiknya merebut kursi DPRI utusan Dapil Sulut, juga dari Partai PAN, memang tampil diwaktu yang tepat takkala PAN Kotamobagu dibawah nahkoda Tatong Bara, tampil sebagai partai pemenang Pilkada di Kota Kotamobagu.

Tatong yang menahkodai PAN Kotamobagu memang mulai membentuk gerbong dengan mengadopsi banyaknya pendukung setia Djelantik Mokodompit bergabung di tubuh PAN. Hingga ada istilah trend PAN Djelantik dan PAN Tatong. Sebut saja nama Kamran Mochtar (sekarang Wakil Ketua DPRD Kab.Bolmong, Fraksi PAN). Figur ini adalah politikus yang paling setia mendampingi Djelantik Mokodompit, semasa nama Tatong Bara dan Yasti Soepredjo, belum berkibar dan berjaya.

Namun tak berselang setelah Djelantik meninggalkan PAN karena merebut kursi Ketua DPD II Golkar Kotamobagu atas pesaingnya Ny.Tutty Gobel, rupanya beriringan dengan mulai lahirnya bibit-bibit keretakan antara Djelantik dan Tatong.

Pertikaian panas itu, menjadi gelombang ibarat amarah yang kurun tak lama sejak Tatong dan Djelantik dikukuhkan memimpin Kotamobagu oleh Gubernur S.H Sarundayang (September) pada September 2008.

Hingga kemudian pasangan berjuluk Djelita (Djelantik-Tatong) yang menumbangkan Calon Walikota Syachrial Damopolii calon tunggal hasil konvensi Golkar dibawah kendali Rimba Rogi (Ketua DPD Golkar Sulut), akhirnya pisah ‘ranjang’.

Ritme sendu ini akhirnya berpuncak dipertarungan head to head,  Djelantik (Golkar) versus Tatong (PAN) pada Pilkada tahun 2013 yang sempat dibayangi oleh paslon Walikota/Wakil parpol koalisi (Salim Landjar – Ishak Sugeha).

Inchumbent Djelantik Mokodompit yang diusung oleh partai penguasa (baca : pemenang pilkada mayoritas Provinsi Sulut), ternyata takluk, meski kabinet pemenanganya kokoh disemua lini aparatur pemerintahan yang bergerak bak bayangan dalam gelap.

Keperkasaan sang jwara dengan basis massa militansi mengakar ‘Djelantik’ berjuluk ‘Si Uyo’ akhirnya mengakui kemenangan Tatong Bara yang berpasangan dengan Djainudin Damopolii. Tatong dengan jargon kampanye TB-Jadi (Tatong Bara – Djainudin Damopolii) sukses merebut tampuk kursi Walikota dan Wakil Walikota.

Namun, kekalahan Djelantik Mokodompit tak membuat keonaran kamtibmas bikin polisi pusing tujuh keliling. Sebab, negarawan sekelas Djelantik Mokodompit yang tercatat dua periode di singgasana Senayan (DPR RI), berjiwa besar menerima kekalahannya.

Massa militansi Si Uyo yang tidak menyelesaikan dua periode kursi DPR RI itu, langsung menyatu dalam ritme persaudaraan dengan kebijaksanaan sang politikus senior yang uzur dengan segudang pengalaman di blantika perpolitikan Sulut dan nasional.

Jiwa besar Djelantik Mokodompit, rupanya dibanggakan oleh Tatong Bara, sebab pasca kekalahannya, prediksi Si Uyo tampil memposisikan massa pendukungnya sebagai oposisi dalam pemerintahan Tatong Bara (2008-2013), tak terwujud.

Tak heran, Djelantik yang meski hanya sukses duduk di’klaster margin’ (karena eks 2 periode di Senayan) harus puas dengan jabatan Wakil Ketua DPRD Kota Kotamobagu. Memang tak selang berbulan saja, sudah intens terbangun komunikasi politik dengan Walikota Tatong Bara.

Sejak dilantik September 2013 memimpin Kota Kotamobagu, Tatong mulai belajar menata system pemerintahan yang sejuk. Meski 1 tahun perdana dalam masa bhaktinya 2013-2018, Tatong belum bisa berbuat banyak dalam pencapaian kinerja pelayanan public.

Namun ditahun ke-2 dan ke-3 pemerintahannya, prestasi kerja mulai nampak. Hal ini ditandai dengan penghargaan dari berbagai lembaga pemerintahan dan swasta yang melirik dan mengapreseasi manajemen pemerintahan Tatong Bara.

Tak urung, posisi panglima birokrat jebolan STPDN dilirik dan dilamar. Ya, Tahlis Gallang semasa menjabat Sekda Bolmong Selatan, akhirnya pindah tugas mengawal dan menjalankan roda pemerintahan Tatong Bara.

Tahlis Gallang berhasil mengawal dan melaksanakan semua visi dan misi Tatong Bara terutama dalam mewujudkan good and governance, serta professional pelayanan public dan kemampuan pengelolaan keuangan dengan predikat WTP dari BPK RI, berturut.

Memang sih,  Tatong Bara yang sukses mengawali karir politik di partai PAN, juga mampu merebut kursi Ketua PAN Sulut. Kejayaan PAN Sulut bukan tanpa alasan. Tatong memang politikus yunior (dibanding politikus uzur Djelantik Mokodompit), namun kiprahnya itu, menjadi panggung bagi publik Sulut, meraih  berpengalaman mengendalikan seluruh fraksi PAN di DPRD Kabupaten/Kota di Sulut.

Politisi Yunior berwajah cantik ini, rupanya belajar dan menimba falsafah politik merebut kemenangan dengan cara-cara bijaksana.

Parameternya, kepemimpinan dikursi nomor satu di Kota Kotamobagu selang 2013-2018, Tatong Bara sungguh memberi diri dalam memanagemen birokratnya dalam menjalankan semua program kerja pelayanan kemasyarakatan serta percepatan pembangunan infrastruktur dan suprasuktur dalam menata kesejukan pemerintahnnya.

Prestasi demi prestasi dalam kepemimpinannya, terutama mewujudkan Kotamobagu Kota Investasi, menciptakan iklim investasi yang sehat, mudah dan gratis bagi para pemodal dan pengusaha skala kecil dalam mendirikan usahanya di Kota Kotamobagu, telah membuat sang wanita jebolan eks sekolah Katolik ini, mampu meraup simpati masyarakat Kotamobagu.

Sebelum berkahirnya masa kepemimpinannya September 2018 nanti, Tatong Bara membuktikan pada publik Sulut dan Nasional,  bahwa merebut kemenangan hati rakyat bukan harus dibayar dengan uang. Tapi memberikan saham pengorbanan kerja keras semasa dirinya menjabat Walikota Defintif ke-2 sejak Kotamobagu dimekarkan Tahun 2007, dari Kabupaten Bolmong.

Tak heran, konstestasi Pilkada Kotamobagu tak begitu sulit dimenangkan. Menang mutlak dengan perolehan selisih 5800-an suara rakyat Kotamobagu, menjadi pembuktian; bahwa masa pengabdian-nya Tahun 2013-2018 memimpin tampuk pemerintahan daerah Kota Kotamobagu, dianggap sukses dan berhasil dimata dan hati mayoritas rakyat Kotamobagu.

Menumbangkan pasangan Calon Walikota/Wakil dari Gerbong Independen (Djainudin Damopolii – Suharjo Makalalag) berjuluk Jadi-Jo, memang tak mudah. Sebab pasangan calon berlatar pendididikan, akademisi x birkrorat ini, selain memiliki konstituen bagi pemilih berlatar dunia pendidikan, juga diback-up penuh oleh para elit politik yang memegang kendali dalam pemerintahan daerah di Bolmong Raya (diluar kotamobagu).

Namun, kendali dan pengaruh politik terhadap pemilih di Kota Kotamobagu yang juga berisi ‘pasukan’ Pegawai Negeri Sipil (PNS) dari sejumlah daerah di Bolmong Raya, perangai campur tangan bermisi menaklukan rezim Tatong Bara dan Yasti Soepredjo di wilayah Kotamobagu, hanya berbentur ruang hampa.

Tatong Bara dengan semangat dedikasi memberi diri untuk kemajuan pembangunan kawasan calon Ibu Kota Provinsi Bolmong raya itu, mampu mematahkan filosofi sesat yang digaungkan oleh para rival politiknya dipentas Pilkada Kotamobagu ;  “Memenangkan Hati Rakyat dengan Politik Uang”.

Sebab mulai dari perhitungan Real Count, Quick Count dan Pleno KPU perhitungan suara PPS, PPK dan KPU Kotamobagu, resmi dimenangkan Tatong Bara –Nayodo Kurniawan ditengah teriakan sedih para relawan TB-NK yang hingga berkahirnya pencoblosan 27 July, sama sekali tak disentuh dengan lembaran ‘kertas merah’ cost politik. (catatan : audy kerap)