Menelisik Kehadiran Blogspot Pengkritik Media Massa di BMR  (Bagian 1)

tampilan blog pengkritik media massa di bmr
Tampilan blog pengkritik media massa di bmr

(Catatan : Audie Kerap  ) KOTAMOBAGU POST – Gerimis malam mengiringi perjalanan saya menuju Warung Kopi Jarod. Rintik hujan belum reda saat saya tiba di pukul pukul 21.30 Wita, Jum’at Malam (10/06/2016). Rasa rindu bercengkrama dengan rekan se-profesi wartawan, memang sudah beberapa hari saya urungkan. Sebab, momen bulan puasa 1437 Hijriah ini,  tempat mangkal para kuli tinta, ditutup total di waktu siang hari.

Memang sih, kondisi ini bukan hanya berlaku pada momentum Puasa atau Ramadan tahun 2016 ini. Namun bagi daerah yang sejak tahun 1996 sudah jadi  tempat  untuk melakoni profesi kewartawanan, tak dipungkiri  toleransi antar umat beragama di Kota tercinta ini, sangat tinggi dan terus terjaga apik, hingga kini.

Jadi Bro, jangan heran  sekalipun tanpa instruksipun dari pemerintah, semua rumah makan atau warung kopi dan sejenisnya (kecuali kantin ramadhan buka siang), jadi tradisi memilih tutup total.

Inilah alasan mengapa momen Puasa Ramadan ini, para wartawan seolah tak ada lagi ‘markas pertemuan’ untuk dijadikan tempat bergerombol, bertatap muka, bercengkrama atau duduk-duduk sambil main catur bareng.

“Waalaikum Salam”, balas beberapa wartawan sambil menebar senyum pertanda rasa kebersamaan saat malam itu, saya menyambangi ruangan warung kopi Jarod atau singkatan dari Jalan Roda, salah satu tempat nongkrong para wartawan di Kelurahan Sinindian Kecamatan Kotamobagu Timur,

Nah, saat saya duduk dalam pondok sederhana beratapkan katu itu, rekan saya Pimpinan Redaksi Koran Bolmong, akrab dipanggil “Bung Kanda” eks wartawan Komentar itu,  langsung bercelutuk sambil menyebut kalimat “Buruh Kata”.

Tampak beberapa wartawan media online, seperti Zulfikar (PenaBMR.Com), Dadang (ProBMR.com), Erwin (Harian Kawanua Post), Mat (Harian Aspirasi Rakyat), Bung Yadi -‘kwadrat’- (maksud dua rekan Yadi Koran Tipikor dan Yadi harian Media Sulut) serta beberapa wartawan lain, tengah asik membahas dan jadi pendengar yang baik, soal cerita produk berita berbagai topik.

Sesekali ada yang menyebut “Buruh Kata”. Saya memang agak tidak paham tentang topik pembicaraan mereka. “Adoh senior, masak ndak tau soal jempolnya Buruh Kata,” pancing Bung Kanda yang duduk berlawanan arah dengan saya.

Sergahan Bung Kanda ini langsung disambut Dadang wartawan Online ProBMR.Com. “Iyo hati-hati bro, nanti Senior juga dapa skak dari Buruh Kata,” ucapmya berkelekar, kemudian gurauan sejumlah wartawan sedang bertarung Catur di meja samping.

Rasanya bak diberi teka-teki silang tanpa jawaban, saya pun menelisik lebih dalam, apa yang dimaksud dengan buruh kata? Saya mendapat arahan seorang rekan untuk membuka alamat internet di : http://buruhkata.blogspot.co.id/

Wah”, kata saya dalam hati, usai ‘merayapi’ dan menerjemahkan maksud dari judul-judul tulisan di blog yang entah berantah pemiliknya. Hampir semua materi tulisan yang disajikan pemilik blog ini, mengandung kritik dan kencenderungan mengangkat kelemahan-kelamahan tulisan media massa, yang saya tidak paham adalah, maksud umunya artikel tulisan itu, apakah dalam konteks memperbaiki atau menjatuhkan kredibilitas media massa yang dituju.

Setelah saya baca tuntas semua isi artikel blog ini, si pemilik blog ini cukup handal dalam tata bahasa.  Bahkan pemanggalan kata dan penyambungan kata, baik isi judul maupun isi tulisan berita yang biasa dilakoni para redaktur saat mengedit berita milik para reporter mereka, dikuasai nyaris sempurna oleh si pemilik blog ini.

Sayangnya penyajian isi tulisan, masih ada kalimat atau kata-kata  yang lebih dominan mengarah kepada kritik ‘menghancurkan’ ketimbang kritik konstruktif, atau kata lain ada pemaknaan tulisan yang tidak mengandung kepentingan publik jika mengacu pada KUHP Pasal 311 dan Pasal 310.

Jika dikaji kedalam, output blog ini memang sengaja dibuat dan diterbitkan oleh orang tidak dikenal sebagai sarana kritik, sayangnya pemilik blog ini sangat tidak mempertimbangkan dengan konsekwensi KUHP pasal 310 dan pasal 311 yang mengatur tentang penistaan melalui surat atau tulisan, terkait penggunaan kata-kata identik makian dan penghinaan.

Sebab, jangankan si pemilik blog ini, konsekwensi dua pasal KUHP ini mutlak berlaku bagi pekerja pers atau pewarta (meski dilindungi hak imunitas pidana ganti rugi, karena perusahaan pers berbadan hukum).

Sebab, bagi pekerja pers, batasan kritik yang dibenarkan oleh kode etik jurnalistik, selain berita faktual, chek and balance, chrossing chek, juga harus mengandung kepentingan umum dan tidak dalam konteks menyerang pribadi seseorang atau perusahaan tertentu.

Aturan ini sudah absolut, selain dimaknai dalam UU Pers Nomor 40 Tahun 1999, juga jadi rambu dalam Kode Etik Jurnalistik, Kode Etik Media Ciber, termasuk diatur dalam ‘buku sucinya’ penyidik polisi yakni; Pasal 310 dan 311 KUHP.

Nah, legal standing blog ini bukan masuk katagori perusahaan pers atau media yang bernaung UU Nomor 40 Tahun 1999,. Sehingga siapapun pemilik blog ini, memang sangat rentan si penulis blog ini digiring ke meja peradilan melalui kewenangan penyidik merujuk pasal-pasal KUHP diatas.

Aspek positifnya dari penyajian kritik di blog itu, sungguh adalah kritik-kritik yang teramat berguna bagi para pewarta yang memang disebutkan oleh si pemilik blog ini, sebagai wartawan identik pemula.

Mungkin benar saja, mereka yang dimaksud pemilik blog tanpa identitas itu, karena masih minimnya pengalaman atau kata lain belum pernah dapat bekal diklat dengan standar jurnalistik dari media-media besar yang sejatinya sudah terintegrasi menerapkan kode etik, semisal; Jawa Pos Grup, Manado Post Grup, Kompas Grup, Komentar Grup dan lain-lain. Sehingga pemenggalan tata bahasa boleh dianggap tidak memenuhi etika bahasa indonesia yang baik.

Namun tokh, bukan berarti penulis blog ini harus mengkritik dengan tujuan menginjak-injak kewibawaan seorang wartawan atau perusahaan pers dengan kata-kata kotor seperti “Kedunguan – Sontoloyo”, (Sontoloyo bahasa Jawa : Bajingan – arti kedunguan versi KBBI : Ketolololan, Kebegoaan dll). Sebab kata-kata ini, justeru mengadung makna yang menista dan tidak mendidik.

Pemilik blog ini sebenarnya tidak pantas menyandangkan ‘gelar’ media sontoloyo atau kedunguan kepada perusahaan pers tertentu (media online). Ibarat pepatah cari tikur rumah ikut dibakar. Setidaknya, jika pemilik blog ini beritikad baik dengan punya segudang pengalaman jurnalistik dan atau ilmu bahasa yang cukup, pantaslah kalau kritik itu diramu secara santun dan beretika, agar dapat menjadi panutan dan control bagi kelangsungan wahana partisipasi masyarakat terhadap nilai-nilai kebebasan pers.

Pun, pemilik blog ini mengkritik sesuai fakta dan dari sisi pendapat subjektifnya, namun kebablasan mengansumsikan bahwa “sebagian besarnya (Maksud : berita yang disajikan) berkualitas buruk”. Alasan si penulis blog juga, bahwa berita di copy paste dari satu media ke media online lainnya. Tentu saja jika dikaji, pendapat ini bisa dianalogikan, wujud opini yang menista seluruh perusahaan pers online di jagat Bolmong Raya.

Sebabnya? Si penulis blog dikatagorikan beropini, karena tidak mampu menulis siapa media online atau siapa nama-nama para oknum wartawan pemilik tradisi copy paste berita, yang dimaksudkan si penulis. Sehingga secara langsung telah menyerang semua media massa atau semua pewarta dalam makna tulisan itu.

Atau mungkin saja di pemilik blog ini, belum bisa membedakan antara opini dan fakta. Dimana dalam kode etik jurnalistik Persatuan Wartawan Indonesia (maaf, saya anggota PWI), tulisan tidak boleh mencampur-adukan antara Fakta dan Opini. Karena dalam tulisan di blog itu, sebagian besar dirilis dari fakta persitiwa berita yang termuat dengan menulis nama media. Namum dalam kutipan tulisan dibawah ini, pemilik blog tidak menulis siapa oknum wartawan atau media apa yang gemarnya kopi paste berita.

Lha, pewarta perusahaan pers saja wajib taat pada kode etik, apalagi para pemilik blog tanpa identias yang bisa dikatagorikan melanggar kode etik media ciber, karena media atau blog tertentu tanpa identitas penanggungjawab. Masalahnya, di Bolmong Raya sendiri, belum ada korban berita yang berani memperkarakan berita yang dianggapnya telah melanggar kode etik.

Kutipan www.buruhkatablogspot.co.id : “Alasannya, peningkatan jumlah berita yang dinikmati warga itu sebagian besarnya berkualitas buruk terlebih sisi edukatifnya. Kenapa demikian, karena yang dipublikasi bukan berita, hanya sekumpulan kata-kata tak bermutu, sudah begitu di-copy paste dari satu media ke media online lainnya.

Pantas saja blog ini telah membuat bagi umumnya wartawan yang biasa mangkal di Jarod dan Korot, menjadikan topik actual panas dibahas. Seolah blog ini melampaui topik-topik berita, seperti berita peristiwa temuan mayat Danau Moat atau aksi demo warga Bakan versus PT J.Resoruces, yang masih hangat.

Kehadiran Blog ini memang menimbulkan kontroversi bagi para wartawan di Bolmong Raya. Bagi sebagian wartawan, mengakui materi tulisan kritik yang dipapar oleh si penulis, mengandung materi kritik yang sangat mendidik untuk perubahan gaya menulis dan menasehati para wartawan tak terkecuali untuk taat terhadap kode etik jurnalistik. Itu masuk akal…..(bersambung)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.