Hakim Tipikor Sebut Dakwaan JPU pada MMS, “Misleading” (Menyesatkan)

 

MMS Pemegang Gelar Adat Tertinggi Tanah Totabuan saat menjalani dakwaan JPU dalam sidang di Pengadilan Tipikor manado (dok : radarbolmongonline)
MMS Pemegang Gelar Adat Tertinggi Tanah Totabuan saat mendengarkan putusan Majelis Hakim (Selasa 15/03/2016) di Pengadilan Tipikor Manado. Tampak JPU Efendy Lukman bersama Tim Jaksa hadir dipersidangan.  (dok : radarbolmongonline)

KOTAMOBAGU POST – Hasil ekspos atau gelar perkara Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) terkait persyaratan meteril alat-alat bukti dalam kasus dugaan korupsi tersangka Marlina Moha Siahaan (MMS), tampaknya semakin diperkuat dengan lahirnya Putusan Sela oleh Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Manado.

Serbanyak 24 Lembaga di Bolmong Raya yang tergabung dalam Solidaritas Masyarakat Anti Diskriminasi dan Kriminalisasi (SOMASI) memberikan tanggapan positif terkait Putusan Sela, oleh Majelis Hakim Tipikor Manado.

“Gelar Perkara Kejagung RI sebagai Lembaga Tinggi Negara, secara hirarkis adalah institusi tertinggi Kejaksaan, sudah mengingatkan jajaran Kejaksaan Tinggi Sulawesi Utara, agar memperhatikan Pasal 140 ayat 2 huruf a, Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Kejagung menyiratkan tidak cukup alat bukti untuk mendakwa Marlina Moha Siahaan di Pengadilan. Apakah layak seorang warga Negara didakwa tanpa alat bukti,” kata Ketua LSM Aliansi Indonesia  Cabang Bolmong, Hi.Yusuf Buya Mooduto, tergabung dalam SOMASI.

Sementara Ali Imran Aduka, Wasekjen Lembaga Investigasi Tindak Pidana Khusus (Lidik Krimsus RI) juga mengatakan, penyebutan kata Misleading atau menyesatkan atas surat dakwaan JPU Kejati Sulut oleh Majelis Hakim Tipikor saat pembacaan Putusan Sela, itu dikarenakan dakwaan JPU tidak bisa merumuskan bukti-bukti fisik terkait penjeratan pasal tindak pidana pencucian uang yang didakwakan kepada MMS.

“Kalau Jaksa Penuntut menghormati Gelar Perkara Kejagung RI, tak pantaslah mendakwa seseorang tanpa alat-alat bukti yang cukup. Menurut hemat kami, karena dakwaan dipaksakan oleh Jaksa, sehingga Majelis Hakim berpendapat dakwaan JPU kabur, membingungkan serta misleading alias menyesatkan. Kan Kejaksaan menerbitkan Surat Ketatapan Penghentinan Penuntutan (SKP2), terus dibatalkan melalui Praperadilan. Itu berarti sidang bukan berdasarkan alat bukti, tapi karena legitimasi Praperadilan,” terang Wasekjen.

Aduka juga menyebutkan, sejak BAP tersangka MMS bolak-balik dari Penyidik Polisi ke Penyidik Kejaksaan, sama sekali belum dipenuhinya alat bukti yang memenuhi unsur indak pidana pencucian uang yang dimintakan oleh Penyidik Kejari Kotamobagu.

“Sampai pada P21, alat bukti pencucian uang yang disangkakan kepada Bunda MMS belum dipenuhi penyidik Polisi. Kurangnya alat bukti, hingga Kejagung RI menerbitkan Surat hasil Gelar Perkara atau Ekspos. Tindak lanjut Ekpos Kejagung RI, Kejaksaan menerbitkan SKP2. Kalau Kejaksaan pernah menerbitkan SKP2, mengapa JPU harus nekad mendakwa MMS? bukankah Kejaksaan sendiri yang mengentikan penuntutan merujuk pasal 140 KUHAP. Jadi kalau hasil sidang Pengadilan dakwaan JPU disebut Kabur, tidak jelas dan Copy Paste oleh yang Mulia Hakim, masyarakat juga tahu bobot peristiwa hukum yang sudah 5 tahun mendera Ibunda pemekaran,” sindir Aduka.

Senada hal itu, Ketua LSM Indonesia Investigasi Korupsi (IIK) Romy Husin mengatakan, Putusan Sela Majelis Hakim Tipidkor Pengadilan Negeri Manado Nomor; 6/Pid.Sus-TPK/2016/PN.Mnd. semakin menyiratkan bagi masyarakat untuk melihat peristiwa hukum yang menimpa tokoh pemekaran Bolmong Raya, sarat kepentingan politik.

“Kami berterimakasih kepada Majelis Hakim yang sangat objektif membuat keputusan. Dakwaan JPU kepada terdakwa MMS sudah dibatalkan, kalau pihak Tim Kejati Sulut melalui JPU ingin melakukan perlawanan, kami mau Tanya, ada kepentingan keadilan hukum apa yang mereka kejar? Melakukan dakwaan terhadap MMS, itu saja sudah melanggar Gelar Perkara yang merupakan fatsun hirarkis lembaga Kejagung yang menjadi atasan mereka,” katanya.

Sedangkan Ketua LSM LPKEL Revormasi, Efendy Abdul Kadir menyatakan, sebelumnya hanya 10 Lembaga/Ormas/OKP di bumi Bolmong Raya yang menyatu dalam SOMASI. Namun kata dia, hingga medio Maret 2016 ini, tercatat sudah ada 24 Lembaga NGO di bumi Totabuan (sebutan lain Bolmong Raya) yang bergabung untuk hak keadilan membela Marlina Moha Siahaan.

24 Lembaga ini yakni; LSM LPKEL-Revormasi, ORMAS FM-PBR, LI-TIPIKOR, LIDIK KRIMSUS Republik Indonesia, LSM Pijar Keadilan Indonesia Investigasi Korupsi (IIK), LSM LP3T,  LSM LCKI,  Aliansi Indonesia Cabang Boltim, LSM Surya Madani Bolmong Raya, LSM Aliansi Indonesia Cabang Bolmong induk, FKPPI Cabang Kotamobagu, KBP3 Cabang Bolmong, LSM Garputala Lolak, LSM LAKRI, Kerukunan Keluarga Kawanua Bolmong Raya, Pemuda Pancasila Cabang Kotamobagu, Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Kotamobagu,  LSM Forum Masyrakat Kotamobagu, Himpunan Pelajar Mahasiswa Indonesia Gorontalo Bolmong Raya (HPMIBM), Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Bolmong, LSM Snak Markus, Korps Alumni Mahasiswa Islam (KAHMI) Cabang Bolmong, LSM Gempur, LSM Lestari Bolmong.

“Sudah 24 Lembaga yang bergabung, SOMASI akan mentargetkan 100 Lembaga independen atau NGO yang akan direkrut untuk membangun kekuatan membela Marlian M.Siahaan. Sebab beliau adalah pemegang gelar adat tertinggi di tanah Bolmong Raya. SOMASI akan nyatakan perang bagi bentuk-bentuk Kriminalisasi dan Diskriminasi untuk tegaknya keadilan,” kata LSM LAKRI, Andy Riady.

Misleading DAKWAAN JPU.

Diketahui, penyebutan kata “Misleading” atau menyesatkan ini, terungkap saat Majelis Hakim Pengadilan Tipidkor Manado membacakan Putusan Sela yang membatalkan surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum dari Kejaksaan Tinggi Sulawesi Utara.

“Menimbang, bahwa oleh karena formulasi surat dakwaan Penuntut Umum cenderung mengakibatkan confuse (membingungkan) atau misleading (menyesatkan) dalam pemeriksaan persidangan ini, maka dakwaan yang bersifat obscure libelum (kabur), tidak jelas dan tidak lengkap,” kata Hakim, dalam sidangnya ke-5 terbuka untuk umum yang mengadili terdakwa Marlina Moha Siahaan (MMS) atas dakwaan pasal berlapis JPU.

Dalam peritimbangan Majelis Hakim, menyebutkan uraian surat dakwaan JPU, tidak ada kesesuaian antara perbuatan yang didakwakan Penuntut Umum kepada terdakwa Marlina Moha Siahaan dengan penerapan pasal yang didakwakan kepada terdakwa, sehingga materi dakwaan yang demikian, akan mengakibatkan terjadinya confius, misleading dan disimpulkan dakwaan JPU; Obscure Libelum (tidak jelas/kabur).

Majelis Hakim mengabulkan dua materi eksepsi/keberatan dari Penasehat Hukum terdakwa Marlina Moha Siahaan. Uraiannya yakni surat dakwaan JPU kepada MMS, melakukan perbuatan tindak pidana pencucian uang secara bersama-sama, kendati 6 terpidana yang disebutkan bersama-sama terdakwa MMSbukan terbukti melakukan kejahatan pencucian uang, namun terbukti dalam perbuatan korupsi.

“Bahwa dakwaan kedua yang diformulasikan adanya penyertaan terpidana ; Mursid Potabuga S.Sos, Drs Ferry L.Sugeha, Drs Suharjo Makalalag MED, Cimmy Cheby Philip Wua SSTP  ME, Ikram Lasingguru SE dan Farid Asimin MAP didakwa sebagai orang yang melakukan atau yang melakukan  atau turut serta melakukan, bertindak baik secara sendiri-sendiri, maupun secara bersama-sama, telah menerima atau menguasai penempatan, pembayaran, atau penitipan harta kekayaan yang dikatehuinya atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana yang telah ada keputusan bahwa dinyatakan terbukti dakan perkara tindak pidana korupsi dan bukan terbukti tindak pidana pencucian uang,” kata Hakim, pada pembacaan Putusan Sela yang direkam dan dikutip oleh wartawan Kotamobagu Post.

Majelis Hakim dalam sidang, tidak menolak keberatan kedua atas eksepsi atau keberatan Veri Dilapangan SH selaku Kuasa Hukum terdakwa Marlina Moha Siahaan, melainkan dikesampingkan Hakim karena menyakut materi pokok perkara.

Sebab keberatan kedua mengenai tempus delicti dakwaan JPU kepada MMS, yakni melakukan perbuatan tindak pidana pada tanggal 9 September 2010 sampai tanggal 27 September 2010, namun dalam dakwaan JPU  diurai perbuatan terdakwa berakibat kerugian Negara Rp4,8 Miliar justeru pada tahun 2012, sebagaimana Hasil audit BPKP Perwakilan Provinsi Sulut tanggal 29 Maret 2012.

“Uraian mengenai tempus delicti, sehingga alasan mengenai hal ini, menurut hemat Majelis sudah merupakan materi perkara. Menimbang bahwa berdasarkan analisa terhadap keberatan dimaksud, Majelis Hakim berpendapat bahwa : keberatan kedua dari penasehat hukum tersebut tidak memiliki cukup alasan menurut hukum, dan karenanya patut untuk dikesampingkan,” kata Hakim, terkait keberatan kedua dari terdakwa MMS yang belum dikabulkan.

Dalam sidang yang dipimpin Hakim Ketua Darius Naftali SH,MH, Hakim Anggota Jemmy W.Lantu SH dan Hakim Ad Hoc Tipikor, usai mengetukan palu membatalkan surat dakwaan JPU, Majelis Hakim kemudian menanyakan kepada JPU, apakah pihak tim JPU akan melakukan perlawanan atau tidak.

“Saya akan pikir-pikir untuk melakukan perlawanan sambil menunggu salinan putusan dari Pengadilan diserahkan kepada kami,” kata Efendy Lukman SH selaku Jaksa Penuntut Umum, selesai Putusan Sela dibacakan secara bergilir oleh Majelis Hakim Tipikor Manado. (audy kerap)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.