Gaji Honorer Pemkot Kotamobagu Standart Babu, Lecehkan Peraturan Gubernur Sulut

Walikota Kotamobagu tatong Bara dan tenaga honorer daerah (foto : Ilustrasi Kotamobagu Post)
Walikota Kotamobagu Tatong Bara dan tenaga honorer daerah (foto : Ilustrasi Kotamobagu Post)

KOTAMOBAGU POST – Sudah jatuh ketimpa tangga lagi. Pepatah kuno ini layak disandangkan kepada 1.390 Pegawai Honorer Pemerintah Kota Kotamobagu dibawah kekuasaan Walikota Kotamobagu Ir Tatong Bara. Meski nasib mereka kini telah di ‘pecat’ dan jadi pengangguran.

Betapa tidak, tenaga sukarela yang sudah bekerja bertahun-tahun ini, nyatanya hanya digaji oleh Walikota Kotamobagu hanya Rp1,5 Juta dan Rp1 Juta.

Informasi dikumpulkan, dari 1.390 pegawai Honorer banyak yang sudah bekerja bertahun-tahun secara sukarela mengabdikan hidup mereka, menyandarkan kehidupan anak-anak dan isteri mereka, dari gaji yang dibijaki oleh Walikota Kotamobagu, ternyata jauh bertaut dari Upah Minumum Provinsi, sebagaimana landasan hukum Peraturan Gubernur Sulut tentang standar Upah Minimum Provinsi (UMP).

Pemberian upah kepada 1.390 tenaga honorer Pemkot Kotamobagu semasa 2,4 tahun pemerintahan Walikota Kotamobagu Ir Tatong Bara, menurut sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), dapat digambarkan sebagai bentuk pelecehan terhadap 1.390 tenaga honorer.

“Pemberian upah gaji kepada 1.390 tenaga honorer yang kesehariannya bekerja seperti babu di seluruh Kantor Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dilungkungan Pemkot Kotamobagu sangat jauh dibawah standar UMP sesuai ketetapan Gubernur Sulut,” kata Wasekjen Lidik Krimsus Ali Imran Aduka, pada Kotamobagu Post.

Menurut Aduka, tahun 2014 saja standart UMP di Sulawesi Utara adalah sebesar Rp2.150 Juta perbulan. Kemudian Tahun 2016 ini, Peraturan Gubernur Sulut Nomor 37 Tahun 2015, telah dinaikan menjadi Rp2,4 Juta untuk standar UMP tahun 2016.

“Kebijakan Walikota Kotamobagu menggaji honorer yang notabene penduduk Kotamobagu, kami gambarkan sebagai bentuk ketidaktaatan terhadap Peraturan Gubernur Sulut. Sama saja dengan melecehkan SK Guberenur. Gaji yang diberikan Walikota Kotamobagu kepada honorer bukan standart UMP, tapi standar gaj Babu,” tegas Aduka.

Sebelumnya, Walikota Kotamobagu Ir Tatong Bara telah menegaskan melalui Kepala Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan Daerah (PPKAD), Rio Lambone, bahwa gaji para honorer daerah hanya kisaran Rp1 Juta dan paling tinggi Rp1,5 Juta.

Tak hanya soal gaji standar babu yang disebutkan, namun para tenaga honorer yang masih akan tetap dipekerjakan juga, akan dipecat secara sepihak apabila tidak mentaati aturan yang dibuat sepihak oleh Pemkot Kotamobagu.

“Honorer akan terancam dipecat jika pada satu triwulan, 10 kali tidak masuk kantor. Ada beberapa tahap pemotongan gaji honor sebelum dipecat, antara lain terlambat apel dipotong 5 persen, tidak hadir 15 persen, satu bulan 3 kali tidak masuk tidak terima gaji hingga 1 triwulan 10 kali tidak masuk dipecat,” kata Kadis PPKAD Rio Lambone, dilansir dari website uptd-skbkk.blogspot.co.id, milik Pemkot Kotamobagu.

Pernyataan Rio Lambone ini, dikecam keras oleh David Wullur, Ketua LSM Lembaga Pemantau Pelayanan Publik Totabuan (LP3T). “Sadis benar aturan diberlakukan Walikota Kotamobagu kepada tenaga honorer. Terlambat apel saja dipotong gaji. 3 kali tidak masuk saja dalam sebulan, honorer tidak diberikan gaji selama 3 bulan. Dan langsung dipecat jika 10 kali tidak masuk kantor. Peraturan ini seperti zaman Indonesia di Jajah Belanda, dengan system kerja paksa atau Romuso,” kata Ketua LSM LP3T.

Dikatakan, Pemkot Kotamobagu semakin tidak manusiawi lagi dalam hal penerapan aturan dan mengada-ngada serta sarat otoriter. “Sudah menabrak Peraturan Gubernur Sulut soal besaran gaji, malah terapkan aturan kepada honorer semena-mena. Kasus Ini contoh penerapan system pemerintahan yang tidak berprikemanusiaan,” kecam Ketua LSM LP3T. ( audy Kerap )

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.